Monday, April 09, 2012

 

CAKKAVATTI SIHANADA SUTTA [Bahasa Indonesia]



Sutta ini dipaparkan bertujuan menangkis kenyataan beberapa pihak agama lain yang menyatakan nubuat Mettaya menjurus kepada tokoh agamanya, terutamanya sekte-sekte agama baru sinkretis. bacalah sutta ini yang selengkapnya, terutamanya bahagian yang telah saya 'highlight'. Tidak mungkin untuk tokoh agama yang sejurus selepas Buddha mahupun kini bergelar Mettaya, minta diperhatikan syarat-syarat kedatangan Mettaya. Ia belum berlaku sekarang.

==============================================

Sumber : Sutta Pitaka Digha Nikaya V

Oleh : Lembaga Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha

Penerbit : CV. Danau Batur – Jakarta, 1992



Demikian yang telah kami dengar: Pada suatu ketika Sang Bhagava berdiam di Matula dalam kerajaan Magadha. Ketika itu Sang Bhagava berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu.” Para bhikkhu menjawab: “Ya, bhante.” Kemudian Sang Bhagava berkata:”Para bhikkhu, jadikanlah dirimu sebagai pelita, berlindunglah pada dirimu sendiri dan jangan berlindung pada yang lain; hiduplah dalam dhamma sebagai pelitamu, dhamma sebagai pelindungmu dan jangan berlindung pada yang lain.

Para bhikkhu, tetapi bagaimanakah seorang bhikkhu menjadi pelita bagi dirinya sendiri, sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain? Bagaimana ia hidup dalam dhamma yang sebagai pelita bagi dirinya dan tidak berlindung pada yang lain?



Para bhikkhu, dalam hal ini seorang bhikkhu mengamati tubuh (kaya) sebagai tubuh dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati perasaan (vedana)… mengamati kesadaran (citta)… dan mengamati ide-ide (dhamma) sebagai dhamma dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia.



Para bhikkhu, beginilah seorang bhikkhu menjadikan dirinya sebagai pelita bagi dirinya sendiri, menjadikan dirinya sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada hal yang lain. Ia menjadikan dhamma sebagai pelita bagi dirinya sendiri, ia menjadikan dhamma sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain.



Para bhikkhu, jalanlah di lingkunganmu (gocara) sendiri, yang pernah dijalani oleh para pendahulumu. Jikalau kamu sekalian berjalan di tempat itu maka Mara tidak akan mendapat tempat untuk ditempati dan tidak ada tempat untuk dihancurkan. Sesungguhnya dengan mengembangkan kebaikan maka jasa-jasa bertambah-tambah.



Para bhikkhu, pada zaman dahulu ada seorang maharaja dunia (cakkavatti) yang bernama Dalhanemi yang jujur, memerintah berdasarkan kebenaran, raja dari empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya, pemilik tujuh macam permata. Ketujuh macam permata itu adalah cakka (cakra), gajah, kuda, permata, wanita, kepala rumah tangga dan penasehat. Ia memiliki keturunan lebih dari seribu orang yang merupakan ksatriya-ksatriya perkasa penakluk musuh. Ia menguasai seluruh dunia sampai ke batas lautan, yang ditaklukkannya bukan dengan kekerasan atau dengan pedang tetapi dengan kebenaran (dhamma).

Para bhikkhu, setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, Raja Dalhanemi memerintah seseorang dengan berkata: ‘Bilamana kau melihat Cakka permata surgawi (dibba cakka ratana) telah terbenam sedikit dan telah bergeser dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.”Baiklah, raja,’ jawab orang itu.

Setelah banyak tahun, ratusan tahun dan ribuan tahun, orang itu melihat bahwa Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Setelah ia melihat kejadian ini, ia pergi menghadap Raja Dalhanemi dan melapor: ‘Maharaja, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya.’



Para bhikkhu, Raja Dalhanemi memanggil putra yang tertua dan berkata:

‘Anakku, dengarkanlah, Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: ‘Bilamana Cakka ratana surgawi dari maharaja dunia (cakkavatti) terbenam dan bergeser dari tempatnya, maka raja itu tidak akan hidup lama lagi’. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi. Anakku, pimpinlah dunia ini sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi pertapa.’



Para bhikkhu, demikianlah setelah Raja Dalhanemi menyerahkan tahta kerajaan kepada putranya, ia mencukur rambut serta janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Para hari ketujuh Cakka ratana surgawi lenyap.



Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata:

‘Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah lenyap!’



Para bhikkhu, ketika raja mendengar kabar itu, ia menjadi sedih dan berduka cita. Lalu ia pergi menemui pertapa raja dan berkata: ‘Tuanku, demi kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah lenyap.’



Setelah raja berkata demikian, pertapa raja menjawab: ‘Anakku, janganlah bersedih dan berduka cita karena tidak ada hubungan keluarga antara kau dan Cakka ratana surgawi. Tetapi anakku, putarlah roda kewajiban maharaja yang suci. Karena bila kau memutarkan roda kewajiban maharaja yang suci dan pada hari uposatha di bulan purnama kau membasuh kepalamu serta melaksanakan uposatha di teras utama pada tingkat atas istana, maka Cakka ratana surgawi akan muncul lengkap dengan seribu ruji, roda dan as serta bagian-bagian lain.’



‘Tetapi, Tuanku, apakah yang dimaksud dengan roda kewajiban maharaja yang suci itu?”Anakku, hiduplah dalam kebenaran; berbakti, hormati dan bersujudlah pada kebenaran, pujalah kebenaran, sucikanlah dirimu dengan kebenaran, jadikanlah dirimu panji kebenaran dan tanda kebenaran, jadikanlah kebenaran sebagai tuanmu. Perhatikan, jaga dan lindungilah dengan baik keluargamu, tentara, para bangsawan, para menteri, para rohaniawan, perumah tangga, para penduduk kota dan desa, para samana dan pertapa, serta binatang-binatang. Jangan biarkan kejahatan terjadi dalam kerajaanmu. Bila dalam kerajaanmu ada orang yang miskin, berilah dia dana. Anakku apabila para samana dan pertapa dalam kerajaanmu meninggalkan minuman keras yang menyebabkan kekurangwaspadaan dan mereka sabar serta lemah lembut, menguasai diri, menenangkan diri serta menyempurnakan diri mereka masing-masing, lalu selalu datang menemuimu untuk menanyakan kepadamu apa yang baik dan apa yang buruk, perbuatan baik dan perbuatan buruk, perbuatan yang pantas dilakukan dan yang tak pantas dilakukan, perbuatan yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat di masa yang akan datang; kau harus mendengar apa yang akan mereka katakan dan kau harus menghalangi mereka berbuat jahat serta anjurkanlah mereka untuk berbuat baik. Anakku inilah roda kewajiban maha raja yang suci.’

‘Baiklah, tuanku,’ jawab raja. Ia patuh melaksanakan roda kewajiban maharaja yang suci. Pada hari uposatha raja membasuh kepalanya dan melaksanakan uposatha di teras utama pada tingkat atas istana. Kemudian Cakka ratana surgawi muncul lengkap dengan seribu ruji, roda, as serta bagian-bagian yang lain. Ketika raja melihat kejadian ini ia berpikir: ‘Telah diberitahukan kepadaku bahwa raja yang melihat Cakka ratana surgawi yang muncul, maka ia menjadi Cakkavatti (maharaja dunia). Semoga saya menjadi penguasa dunia!’



Para bhikkhu, kemudian raja bangkit dari tempat duduknya, membuka jubah dari bagian salah satu bahunya, dengan tangan kiri ia mengambil sebuah kendi dan dengan tangan kanannya ia memercikkan air pada Cakka ratana surgawi dengan berkata: ‘Berputarlah Cakka ratana. Maju dan taklukkanlah, Cakka ratana.’Para bhikkhu, kemudian Cakka ratana berputar maju ke arah daerah bagian Timur dan raja cakkavatti mengikuti Cakka ratana itu. Raja pergi bersama tentaranya, kuda-kuda, kereta-kereta, gajah-gajah dan pasukan. Di tempat mana pun Cakka ratana itu berhenti, di tempat itu pula raja penakluk bersama empat kelompok pasukannya tinggal. Kemudian semua raja yang merupakan musuh di daerah bagian Timur datang menemui cakkavatti dengan berkata: ‘Datanglah, Maharaja! Selamat datang, Maharaja! Semua ini milikmu, Maharaja! Pimpinlah kami, Maharaja!’ Raja Cakkavatti menjawab: ‘Kamu sekalian janganlah membunuh mahluk, jangan mengambil barang yang tidak diberikan, jangan berzinah, jangan berdusta dan jangan minum-minuman keras. Nikmatilah apa yang menjadi hak kamu sekalian.’ Semua raja-raja yang merupakan musuh di daerah bagian Timur menjadi taklukkan Cakkavatti.

Para bhikkhu, kemudian Cakka ratana terjun ke dalam lautan timur dan muncul kembali setelah berputar maju ke arah daerah bagian selatan… (di sana terjadi seperti yang terjadi di daerah bagian timur. Demikian pula Cakka ratana terjun ke dalam lautan selatan dan muncul kembali serta berputar maju ke arah daerah bagian barat… ke arah daerah bagian utara… semua terjadi seperti yang terjadi di daerah bagian timur).Setelah Cakkaratana menaklukkan seluruh dunia hingga ke batas lautan, Cakka ratana kembali ke kota kerajaan dan diam, sehingga orang-orang berpikir bahwa Cakka ratana telah tetap tidak akan bergerak di depan gedung pengadilan di gerbang istana raja Cakkavatti. Cakka ratana menambah keagungan istana dengan berada di depan gerbang istana raja Cakkavatti.

Para bhikkhu, demikian pula raja Cakkavatti kedua… raja Cakkavatti ketiga … raja Cakkavatti keempat … raja Cakkavati kelima … raja Cakkavatti keenam… dan raja Cakkavatti ketujuh setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun dan setelah ribuan tahun, beliau memerintah seseorang dengan berkata: ‘Bilamana kau melihat Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya, maka beritahukan hal itu kepadaku.”Baiklah, raja,’ jawab orang itu.

Setelah banyak tahun, setelah ratusan tahun, dan setelah ribuan tahun, orang itu melihat bahwa Cakka ratana telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Ketika melihat kejadian ini, ia pergi menghadap raja Cakkavatti dan melaporkan apa yang telah dilihatnya.



Para bhikkhu, raja cakkavatti memanggil putranya yang tertua dan berkata: ‘Anakku, dengarkanlah, Cakka ratana surgawi telah terbenam sedikit dan telah bergeser sedikit dari tempatnya. Juga telah diberitahukan kepadaku: ‘Bilamana Cakka ratana surgawi telah terbenam dan bergeser dari tempatnya maka raja Cakkavatti tidak akan hidup lama lagi’. Saya telah menikmati kenikmatan duniawi, tibalah saatnya bagiku untuk mencari kebahagiaan surgawi. Anakku, pimpinlah dunia ini yang sampai di batas lautan. Karena saya akan mencukur rambut serta janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi untuk menjadi pertapa.’



Demikianlah setelah raja Cakkavatti menyerahkan tahta kerajaan kepada putranya, ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi pertapa. Pada hari ketujuh setelah raja menjadi pertapa, Cakka ratana surgawi lenyap.



Kemudian seseorang menghadap raja dan melapor kepada beliau dengan berkata: ‘Raja, demi kebenaran, ketahuilah bahwa Cakka ratana surgawi telah lenyap!’ Ketika raja mendengar berita ini ia menjadi sedih dan berduka cita, tetapi ia tidak pergi menemui pertapa raja untuk menanyakan roda kewajiban maharaja yang suci. Dengan idenya dan caranya sendiri ia memerintah rakyatnya dan rakyat yang diperintah seperti itu, yaitu cara yang berbeda dengan apa yang mereka ikuti dahulu, menjadi tidak sukses seperti apa yang mereka biasa capai di masa raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci dari seorang raja Cakkavatti.Para bhikkhu, kemudian para menteri, para pegawai istana, para pejabat keuangan, para pengawal dan penjaga serta orang-orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra pergi menemui raja dan berkata: ‘Wahai raja, rakyatmu yang raja perintah berdasarkan idemu dan caramu sendiri, yang berbeda dengan cara-cara yang mereka ikuti dahulu tidak sukses seperti apa yang mereka biasa capai di masa raja-raja terdahulu yang melaksanakan kewajiban maharaja yang suci. Dalam kerajaan ini ada para menteri, para pegawai istana, para pejabat keuangan, para pengawal dan penjaga serta orang-orang yang hidup dengan melaksanakan pembacaan mantra — semua kami ini dan yang lain-lain — memiliki pengetahuan tentang kewajiban maharaja yang suci dari raja Cakkavatti. Apabila raja menanyakan hal itu kepada kami, maka kami akan menerangkannya.’

Para bhikkhu, kemudian raja mempersilahkan para menteri dan orang-orang lainnya duduk, setelah itu raja bertanya kepada mereka tentang kewajiban maharaja yang suci dari raja cakkavatti. Mereka menerangkan hal itu kepada beliau. Ketika raja telah mendengar hal itu, beliau memperhatikan, menjaga dan melindungi rakyatnya dengan baik, tetapi ia tidak memberikan dana kepada orang-orang miskin. Karena ia tidak berdana kepada orang-orang miskin maka kemelaratan bertambah.Ketika kemiskinan telah meluas, seorang tertentu mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan ini disebut mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan ia dihadapkan kepada raja dan mereka berkata: ‘Raja, orang ini telah mengambil barang yang tidak diberikan kepadanya, perbuatan itu adalah mencuri.’

Lalu raja bertanya sebagai berikut kepada orang itu: ‘Apakah benar bahwa kau telah mengambil barang yang tak diberikan kepadamu, dan dengan demikian kamu telah melakukan perbuatan yang disebut mencuri?’



‘Benar, raja.’



‘Mengapa kau melakukannya?’



‘Raja, saya tak memiliki sesuatu untuk mempertahankan hidupku.’



Kemudian raja memberikan dana kepada orang itu dengan berkata: ‘Dengan dana ini kau dapat menyambung hidupmu, peliharalah orang tuamu, anak-anakmu dan istrimu. Kerjakanlah pekerjaanmu dan berdanalah selalu kepada para samana dan pertapa, karena perbuatan ini berpahala untuk terlahir kembali di alam surga.’



‘Baiklah, raja,’ jawab orang itu.



Para bhikkhu, kemudian ada orang lain mencuri. Ia ditangkap orang-orang dan mereka membawanya menghadap kepada raja, mereka berkata: ‘Raja, orang ini telah mencuri.’ Raja bertanya kepada orang itu dan beliau melakukan perbuatan yang sama seperti yang beliau lakukan kepada pencuri yang lalu, dengan memberikan dana kepada orang itu.

Para bhikkhu, orang-orang mendengar bahwa bagi mereka yang mencuri mendapat dana dari raja. Karena mendengar hal ini mereka berpikir: ‘Marilah kita mencuri.’ Di antara mereka itu ada orang tertentu yang melakukannya. Orang ini ditangkap dan dibawa kehadapan raja. Raja bertanya kepada orang tersebut:

‘Apa sebab kau mencuri?’



‘Saya mencuri sebab tak dapat mempertahankan hidupku.’



Namun raja berpikir: ‘Jika saya memberikan dana kepada siapa setiap orang yang mencuri maka pencuri akan bertambah banyak. Saya harus menghentikan perbuatan ini, ia harus diganjar dengan hukuman berat, yaitu kepalanya dipancung.’ Selanjutnya raja memerintah bawahannya dengan berkata:

‘Perhatikanlah, ikatlah tangan orang ini ke belakang tubuhnya dan ikatlah dengan kencang. Gunduli kepalanya dan bawalah dia berkeliling disertai genderang yang nyaring ke jalan-jalan, ke persimpangan-persimpangan jalan. Bawalah dia keluar melalui gerbang selatan dan berhentilah di selatan kota. Ganjarlah dia dengan hukuman terberat berat, yaitu kepalanya dipancung.’



‘Baiklah, raja,’ jawab orang-orang itu dan mereka melaksanakan perintah itu.



Para bhikkhu, pada waktu itu telah banyak orang yang mendengar bahwa orang yang mencuri dihukum mati. Karena telah mendengar hal ini maka beberapa orang tertentu berpikir: ‘Sekarang kitapun harus menyediakan pedang tajam dan orang-orang yang barangnya kita ambil dengan tanpa mereka berikan — perbuatan yang disebut mencuri — kita hentikan mereka dengan kepala mereka kita pancung.’Selanjutnya, mereka mempersenjatai diri mereka dengan pedang-pedang tajam, lalu mereka, pergi merampok di desa-desa, di kampung-kampung dan di kota-kota serta di jalan-jalan. Orang-orang yang mereka rampoki mereka bunuh dengan kepala dipancung.

Para bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang yang miskin maka kemelaratan meluas. Karena kemelaratan bertambah maka pencuri bertambah. Karena pencuri bertambah maka kekerasan berkembang dengan cepat. Disebabkan adanya kekerasan yang meluas maka pembunuhan menjadi biasa. Karena pembunuhan terjadi maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan pada masa itu adalah 80.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 40.000 tahun.Selanjutnya, di antara orang-orang yang batas usia kehidupan 40.000 tahun ada yang mencuri. Pencuri ditangkap oleh orang-orang dan dia dihadapkan kepada raja. Orang-orang itu memberitahukan kepada raja dengan berkata: ‘Raja, orang telah mencuri.’

Raja bertanya kepada orang itu: ‘Apakah benar bahwa kau telah mencuri?’



‘Tidak, raja,’ jawabnya. Dengan jawaban ini orang itu telah berdusta dengan sengaja.



Demikianlah, karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang yang miskin maka kemelaratan meluas… mencuri … kekerasan … pembunuhan… hingga berdusta menjadi biasa. Karena berdusta telah menjadi biasa maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 40.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 20.000 tahun.Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan 20.000 tahun ada orang yang mencuri. Ada orang tertentu yang melaporkan hal ini kepada raja: ‘Raja, ada orang yang mencuri’, demikianlah ia mengatakan kata-kata jahat tentang orang itu.

Para bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin, maka kemelaratan meluas… mencuri… kekerasan… pembunuhan… berdusta… memfitnah berkembang. Karena memfitnah berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang. Sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 20.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 10.000 tahun.Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan 10.000 tahun ada yang cantik dan ada yang buruk, sehingga mereka yang berparas buruk merasa iri terhadap yang berparas cantik. Akibatnya orang-orang yang berparas buruk ini berzinah dengan istri-istri tetangga mereka.

Para bhikkhu, demikianlah karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin maka kemelaratan meluas… mencuri… kekerasan… pembunuhan… berdusta… memfitnah… berzinah berkembang. Karena perzinahan berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 10.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 5.000 tahun.Pada masa kehidupan dari orang-orang yang batas usia kehidupan mereka hanya 5.000 tahun berkembang dua hal yaitu kata-kata kasar dan membual. Karena ke dua hal ini berkembang maka batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 5.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka ada yang hanya 2.500 tahun ada yang hanya 2.000 tahun.

Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 2.500 tahun, iri hati dan dendam berkembang. Karena ke dua hal ini berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 2.500 tahun 2.000 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 1.000 tahun.



Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 1.000 tahun, pandangan sesat (miccha ditthi) muncul dan berkembang. Karena pandangan sesat ini berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan dan kecantikan pada masa itu adalah 1.000 tahun, akan tetapi anak-anak mereka hanya 500 tahun.



Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 500 tahun, ada tiga hal yang berkembang, yaitu: berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan dan pemuasan nafsu. Karena tiga hal ini berkembang maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 500 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka ada yang 250 tahun dan ada yang hanya 200 tahun.



Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 250 tahun, hal sebagai berikut ini berkembang — kurang berbakti kepada orang tua, kurang hormat kepada para samana dan pertapa dan kurang patuh kepada pemimpin masyarakat.



Para bhikkhu, demikianlah, karena dana-dana tidak diberikan kepada orang-orang miskin maka kemelaratan meluas… mencuri… kekerasan… pembunuhan… berdusta… memfitnah… perzinahan… kata-kata kasar dan membual… iri hati dan dendam … pandangan sesat… berzinah dengan saudara sendiri, keserakahan dan pemuasan nafsu… hingga kurang berbakti kepada orang tua, kurang hormat kepada para samana dan pertapa dan kurang patuh kepada pemimpin masyarakat berkembang dan meluas. Karena hal-hal ini berkembang dan meluas maka batas usia kehidupan dan kecantikan manusia berkurang, sehingga batas usia kehidupan manusia pada masa itu adalah 250 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka hanya 100 tahun.

Para bhikkhu, akan tiba suatu masa ketika keturunan dari manusia itu akan mempunyai batas usia kehidupan hanya 10 tahun. Di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 10 tahun, umur lima tahun bagi wanita merupakan usia perkawinan. Pada masa kehidupan orang-orang ini, makanan seperti dadi susu (ghee), mentega, minyak tila, gula dan garam akan lenyap. Bagi mereka ini, biji-bijian kudrusa akan merupakan makanan yang terbaik. Seperti pada masa sekarang, nasi dan kari merupakan makanan yang terbaik, begitu pula biji-bijian kudrusa bagi mereka. Pada masa orang-orang itu, sepuluh macam cara melakukan perbuatan baik akan hilang, sedangkan sepuluh macam cara melakukan perbuatan jahat akan berkembang dengan cepat, di antara mereka tidak ada lagi kata-kata yang menyebut tentang perbuatan baik — Siapa yang akan melakukan perbuatan baik? Di antara mereka tidak ada lagi rasa berbakti kepada orang tua, tidak ada lagi rasa menghormat kepada para samana dan pertapa serta tidak ada lagi kepatuhan kepada para pemimpin masyarakat. Kalau seperti sekarang orang-orang masih berbakti kepada orang tua, menghormat kepada para samana dan pertapa serta patuh kepada para pemimpin, namun pada masa orang-orang… yang batas usia kehidupan mereka hanya 10 tahun, rasa berbakti, hormat dan patuh tidak ada lagi.

Para bhikku, di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 10 tahun tidak akan ada lagi (pikiran yang membatasi untuk kawin dengan) ibu, bibi dari pihak ibu, bibi dari pihak ayah, bibi dari pihak ayah yang merupakan istri dari kakak ayah atau istri guru. Dunia akan diisi oleh cara bersetubuh dengan siapa saja, bagaikan kambing, domba, burung, babi, anjing dan srigala.Di antara orang-orang ini saling bermusuhan yang kuat akan menjadi hukum, perasaaan yang benci yang hebat, dendam yang kuat serta keinginan membunuh dari ibu terhadap anaknya, anak terhadap ibunya, ayah terhadap anaknya, anak terhadap ayahnya, kakak terhadap adiknya, adik terhadap kakaknya dan seterusnya… Hal ini terjadi bagaikan pikiran dari para olahragawan yang menghadiri pertandingan, begitulah pikiran mereka.

Para bhikku, bagi orang-orang yang batas kehidupan mereka 10 tahun itu akan muncul suatu masa, yaitu munculnya pedang selama seminggu. Selama masa ini mereka akan melihat individu lain sebagai binatang liar: pedang tajam akan nampak selalu tersedia di tangan mereka dan mereka berpikir: ‘Individu ini adalah binatang liar.’ Dengan pedang mereka saling membunuh.Sementara itu ada orang-orang tertentu yang berpikir: ‘Sebaiknya kita jangan membunuh atau kita tidak membiarkan orang lain membunuh kita. Marilah kita menyembunyikan diri ke dalam belukar, ke dalam hutan, ke cekungan di tepi sungai, ke dalam gua gunung dan kita hidup dengan akar-akaran atau buah-buahan di hutan.’ Mereka akan melaksanakan hal ini selama seminggu. Pada hari ke tujuh mereka keluar dari belukar, hutan, cekungan dan gua, mereka akan saling berangkulan dan akan saling membantu, dengan berkata: ‘O, kami masih hidup! Senang sekali melihat anda masih hidup!’

Para bhikkhu, pada orang-orang itu akan muncul keinginan-keinginan sebagai berikut : ‘Karena kita melakukan cara-cara yang jahat, maka kita kehilangan banyak sanak saudara. Marilah kita berbuat kebajikan-kebajikan. Sekarang, kebajikan apakah yang dapat kita lakukan? Marilah kita berusaha untuk tidak melakukan pembunuhan. Itu merupakan perbuatan baik yang dapat kita lakukan.’ Mereka akan berusaha untuk tidak membunuh, hal yang baik ini mereka laksanakan terus. Karena melaksanakan kebajikan ini maka akibatnya batas usia kehidupan dan kecantikan mereka bertambah. Bagi mereka yang batas usia hanya 10 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 20 tahun.



Para bhikkhu, hal-hal seperti ini akan terjadi pada orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 20 tahun: ‘Sekarang, karena kita mengikuti dan melaksanakan kebajikan maka batas usia kehidupan dan kecantikan kita bertambah. Marilah kita meningkatkan kebajikan kita. Marilah kita berusaha untuk tidak mengambil apa yang tidak diberikan, kita berusaha untuk tidak berzinah, kita berusaha untuk tidak berdusta, kita berusaha untuk tidak memfitnah, kita berusaha untuk tidak mengucapkan kata-kata kasar, kita berusaha untuk tidak membual, kita berusaha untuk tidak serakah, kita berusaha untuk tidak membenci, kita berusaha untuk tidak berpandangan sesat, kita berusaha untuk tidak melakukan tiga hal berikut, yaitu: tidak bersetubuh dengan keluarga sendiri, tidak tamak dan tidak memuaskan nafsu. Marilah kita berbakti kepada orang tua kita, kita menghormati para samana dan pertapa serta kita patuh kepada pemimpin masyarakat. Marilah kita selalu melaksanakan kebajikan-kebajikan ini.’Demikianlah mereka akan selalu melaksanakan kebajikan: tidak mengambil apa yang tidak diberikan… berbakti kepada ke dua orang tua, menghormat para samana dan pertapa serta patuh kepada pemimpin masyarakat. Karena mereka melaksanakan kebajikan-kebajikan itu, maka batas usia kehidupan anak-anak dan kecantikan manusia bertambah, sehingga mereka yang batas usia kehidupan hanya 20 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 40 tahun. Selanjutnya, bagi mereka yang batas usia kehidupan hanya 40 tahun, akan tetapi batas usia kehidupan anak-anak mereka mencapai 80 tahun; …. anak-anak mereka mencapai 160 tahun;… anak-anak mereka mencapai 320 tahun;… anak-anak mereka mencapai 640 tahun;… anak-anak mereka mencapai 2.000 tahun;… anak-anak mereka mencapai 4.000 tahun;… anak-anak mereka mencapai 8.000 tahun;… anak-anak mereka mencapai 20.000 tahun; anak-anak mereka mencapai 40.000 tahun; dan mereka yang pada masa itu hanya berbatas usia kehidupan 40.000 tahun, akan tetapi anak-anak mereka akan mencapai batas usia kehidupan 80.000 tahun.
Para bhikkhu, di antara orang-orang yang batas usia kehidupan mereka 80.000, maka usia perkawinan bagi wanita adalah pada usia 500 tahun. Pada masa orang-orang ini hanya akan ada tiga macam penyakit — keinginan, lupa makan dan ketuaan. Pada masa kehidupan orang-orang ini Jambudipa akan makmur dan jaya, desa-desa, kampung-kampung, kota-kota dan kota-kota kerajaan akan berdekatan satu dengan yang lain sehingga ayam jantan dapat terbang dari satu kota ke kota yang lain. Pada masa kehidupan orang-orang ini, Jambudipa — bagaikan avici — akan penuh dengan penduduk bagaikan hutan yang dipenuhi semak belukar. Pada masa kehidupan orang-orang ini, kota Baranasi yang kita kenal sekarang akan bernama Ketumati yang merupakan kota kerajaan yang besar dan makmur, berpenduduk banyak dan padat serta berpangan cukup. Pada masa kehidupan orang-orang ini, di Jambudipa akan terdapat 84.000 kota dengan Ketumati sebagai ibu kota.


Para bhikkhu, pada masa kehidupan orang-orang ini di Ketumati, ibu kota kerajaan, akan muncul seorang raja Cakkavatti bernama Sankha, yang jujur, memerintah berdasarkan kebenaran, penguasa empat penjuru dunia, penakluk, pelindung rakyatnya dan pemilik tujuh macam permata, yaitu: cakka, gajah, kuda, permata, wanita (istri), kepala rumah tangga dan panglima perang. Ia akan memiliki keturunan lebih dari 1000 orang yang merupakan ksatriya-ksatriya digjaya, penakluk musuh-musuh. Ia akan menguasai dunia sampai ke batas lautan, tetapi ia menguasai dunia ini bukan dengan kekerasan atau dengan pedang melainkan dengan kebenaran.


Para bhikkhu, pada masa kehidupan orang-orang ini, di dalam dunia akan muncul seorang Bhagava Arahat Sammasambuddha bernama Metteyya, yang sempurna dalam pengetahuan dan pelaksanaannya, sempurna menempuh jalan, pengenal segenap alam, pembimbing manusia yang tiada taranya, yang sadar serta yang patut dimuliakan, yang sama seperti saya sekarang. Ia, dengan dirinya sendiri akan mengetahui dengan sempurna dan melihat dengan jelas alam semesta bersama alam-alam kehidupan para dewa, brahma, mara, serta para samana, para pertapa, para pangeran dan orang-orang lainnya, seperti apa yang saya tahu dengan sempurna dan lihat dengan jelas sekarang. Dhamma kebenaran yang indah pada permulaan, indah pada pertengahan dan indah pada akhir akan dibabarkan dalam kata-kata dan semangat, kehidupan suci akan dibina dan dipaparkan dengan sempurna dengan penuh kesucian, seperti yang saya lakukan sekarang. Ia akan diikuti oleh beberapa ribu bhikkhu sangha, seperti saya sekarang ini yang diikuti oleh beberapa ratus bhikkhu sangha.

Para bhikkhu, Raja Sankha akan membangun kembali tempat suci yang pernah dibangun oleh Raja Maha Panada. Raja Sankha akan tinggal di tempat suci itu, tetapi tempat itu akan diberikannya sebagai dana kepada para samana, para pertapa, para pengembara, para pengemis dan mereka yang membutuhkan. Ia sendiri akan mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga dan menjadi siswa dari Bhagava Arahat Sammasambuddha Metteyya. Setelah Raja Sankha meninggalkan kehidupan duniawi, ia akan hidup menyendiri dan dengan usaha sungguh-sungguh, tekad, penuh kewaspadaan berusaha mengusahai dirinya. Tidak lama kemudian ia akan mencapai tujuan yang merupakan cita-cita dari mereka yang meninggalkan kehidupan duniawi dan hidup sebagai pertapa. Masih dalam kehidupan dalam dunia ini, ia akan mencapai, mengetahui dan merealisasi tujuan akhir dari penghidupan suci.


Para bhikkhu, jadikanlah dirimu sebagai pelita; berlindunglah pada dirimu sendiri dan jangan berlindung pada orang lain. Hiduplah dalam dhamma kebenaran yang sebagai pelitamu, dengan dhamma sebagai pelindungmu dan jangan berlindung pada yang lain.Para bhikkhu, tetapi bagaimana seorang bhikkhu menjadi pelita bagi dirinya sendiri, sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain?

Para bhikkhu, dalam hal ini, seorang bhikkhu mengamati tubuh (kaya) sebagai tubuh dengan rajin, penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia. Seorang bhikkhu mengamati perasaan (vedana)… mengamati kesadaran (citta)… dan mengamati ide-ide (dhamma) sebagai dhamma dengan rajin penuh pengertian dan perhatian, melenyapkan keserakahan dan ketidaksenangan dalam dunia.



Para bhikkhu, beginilah seorang bhikkhu menjadikan dirinya sebagai pelita bagi dirinya sendiri, menjadikan dirinya sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada yang lain. Ia menjadikan dhamma sebagai pelita bagi dirinya sendiri, ia menjadikan dhamma sebagai pelindung bagi dirinya sendiri dan tidak berlindung pada hal yang lain.



Para bhikkhu, jalanlah di lingkunganmu sendiri, di mana para pendahulumu berjalan. Jikalau kamu sekalian berjalan di tempat itu maka usia akan bertambah, kecantikan akan bertambah, kebahagiaan akan bertambah, kekayaan akan bertambah dan kekuatan akan bertambah.Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan usia? Dalam hal ini seorang bhikkhu mengembangkan Empat dasar kemampuan batin (iddhipada) dengan membangkitkan (chanda), semangat (viriya), kesadaran (citta), dan penyelidikan (vimamsa) tentang pelaksanaan, usaha dan meditasi. Dengan dikembangkannya Empat Iddhipada ini, maka bila ia menginginkan, ia dapat hidup selama satu kalpa (kappa) atau selama masa kappa di mana ia hidup. Inilah yang dimaksud dengan usia.

Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan kecantikan? Dalam hal ini, seorang bhikkhu melaksanakan peraturan-peraturan moral (sila), mengendalikan dirinya sesuai dengan Patimokkha, sempurna dalam sikap dan tingkah laku; ia melihat bahaya sekalipun itu hanya merupakan kesalahan kecil dan ia menghindarkan diri dari kesalahan itu. Ia melatih diri dengan melaksanakan sila. Inilah yang dimaksudkan dengan kecantikan.



Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan kebahagiaan? Dalam hal ini, seorang bhikkhu menjauhkan diri dari pemuasan nafsu, bebas dari pikiran-pikiran jahat, mencapai dan tetap berada dalam Jhana I dengan memiliki usaha untuk menangkap obyek (vitakka), obyek dikuasai (vicara), kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha) dan ketenangan (viveka) batin. Dengan melenyapkan vitakka dan vicara ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana II dengan diliputi kegiuran (piti), kebahagiaan (sukha) dan ketenangan (viveka) batin. Dengan melenyapkan piti ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana III dengan diliputi kebahagiaan (sukha) dan ketenangan (viveka) batin. Dengan melenyapkan sukha ia mencapai dan tetap berada dalam Jhana IV dengan pikiran terpusat dan penuh ketenangan batin.



Para bhikkhu, apakah yang dimaksud dengan kekayaan? Dalam hal ini, seorang bhikkhu membiarkan batinnya diliputi oleh cinta kasih (metta) yang dipancarkannya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah dan ke empat arah dari dunia. Jadi dengan demikian seluruh dunia, dari atas, bawah, sekeliling dan di seluruh penjuru dunia dipancarkan cinta kasihnya yang tanpa batas, yang mulia, tak terukur, yang bebas dari kebencian dan iri hati. Ia pun membiarkan dirinya diliputi dengan kasih sayang atau welas asih (karuna) … simpati (mudita) … dan keseimbangan batin (upekkha) yang dipancarkannya ke satu arah, ke dua arah, ke tiga arah dan ke empat arah dari dunia. Jadi dengan demikian seluruh dunia dipancarkan keseimbangan batinnya yang tanpa batas, yang mulia, tak terukur, yang bebas dari kebencian dan iri hati. Inilah yang dimaksud dengan kekayaan.



Para bhikkhu apakah yang dimaksud dengan kekuatan? Dalam hal ini, seorang bhikkhu melenyapkan kekotoran batin (asava) sehingga pada kehidupan sekarang ini ia sendiri mencapai dan tetap berada dalam keadaan batin yang suci dan kebijaksanaan yang suci. Inilah yang dimaksud dengan kekuatan.



Para bhikkhu, tidak ada kekuatan lain yang sulit sekali ditaklukkan selain kekuatan mara. Tetapi perbuatan baik (kusala) yang dikembangkan sendiri (hingga mencapai kearahatan) akan merupakan cara yang paling baik untuk menaklukkannya.”



Demikianlah yang diucapkan oleh Sang Buddha. Para bhikkhu menjadi gembira setelah mendengar uraian Sang Bhagava.


sumber : http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka/cakkavatti-sihanada-sutta/




Labels: , ,


Comments: Post a Comment



<< Home

This page is powered by Blogger. Isn't yours?